KATASUMBAR – Kota Padang saat ini menjadi daerah pusat pemukiman warga Tionghoa terbesar di Sumatera Barat.
Warga keturunan Tiongkok ini hidup berdampingan dengan etnis Arab, India dan Minang sendiri di Ibu Kota Sumatera Barat itu.
Kedatangan para perantau Tionghoa ini bermula dari hubungan dagang yang terjalin antara Kerajaan Tiongkok dan Kerajaan Pagaruyung.
Hubungan kedua kerajaan tersebut berlangsung pada tahun 1371 hingga 1377 silam.
Hal itu diketahui dari artikel ilmiah Sejarahwan Universitas Negeri Padang, Erniwati yang terbit 28 Juni 2019 lalu.
Artikel tersebut berjudul Etnis Tionghoa Padang Masa Pemerintahan Hindia Belanda yang disadur dari berbagai sumber.
Dalam artikel tersebut, wujud dari kedekatan antara kedua kerajaan itu adalah peluang perantau Tionghoa menempati satu daerah di tanah Minang.
Erniwati menulis, kota yang menjadi tempat pertama yang ditempati oleh perantau asal Tiongkok ini adalah Pariaman.
Para perantau yang fokus pada perdagangan ini terjadi pada abad ke 17.
“Pada abad ke-17 etnis Tionghoa telah bermukim di kota Pariaman. Kota tersebut merupakan pemukiman pertama etnis Tionghoa,” tulisnya.
Pariaman ditegaskan menjadi kota pertama yang dihuni etnis Tionghoa di Pantai Barat Sumatera.
Berkembang ke Padang
Bermula dari Pariaman, aktifitas perdagangan orang-orang Tionghoa ini kemudian berkembang ke Kota Padang.
Pengembangan ini ditandai dengan berdirinya serikat dagang milik Belanda Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) tahun 1660.
Serikat dagang ini menurut Erniwati, memungkinkan Belanda menjalin hubungan ekonomi dan politik dengan pedagang Tionghoa.
“Pedagang Tionghoa dan VOC menjalin kontak dagang dengan penduduk Padang yang pada mulanya juga merupakan para pedagang dari daerah pedalaman,” jelas dia.
Selang 22 tahun kemudian, kerjasama dagang ini meningkatkan jumlah etnis Tionghoa di Padang.
Itu lah momentum membesarnya pemukiman Tionghoa di Kota Padang, hingga kini.
Tepat pada 1682, peningkatan jumlah etnis membuat VOC mengangkat seorang letnan Tionghoa yang bernama Lie Pit.
“Hal ini dilakukan dengan tujuan mengontrol dan mengatur etnis Tionghoa yang berada di Padang,” papar Erniwati.
Namun ternyata, keputusan VOC ini membuat pedagang Minang di Padang tergeser. Sebab, pedagang Tionghoa punya modal besar dari VOC.
“Akibatnya, barang-barang pokok yang diperoleh dari para pengecer di pasar, bergantung kepada para pedagang,” tulis Erniwati.
Ternyata, kendati pedagang Minang terpinggirkan, justru itulah awal kebangkitan kembali hubungan perantau Tionghoa dengan pedagang Minang.
Kedekatan kedua etnis ini tidak hanya dalam perdagangan saja, melainkan sampai ke hubungan perkawinan.
“Etnis Tionghoa yang melakukan perkawinan dengan masyarakat setempat, pada umumnya adalah kaum laki-laki.”
“Mereka datang tidak dengan membawa keluarga dari dataran Tiongkok,” imbuh Erniwati.
Keturunan dari hasil perkawinan campuran etnis ini kemudian melahirkan kelompok Tionghoa yang disebut dengan Tionghoa Peranakan.(*)
*
Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.
****
Dapatkan info berita terbaru via group WhatsApp (read only) KATASUMBAR / SUMBAR KINI (Klik Disini) 😊
*
Suscribe YOUTUBE KATA SUMBAR untuk mendapatkan informasi terbaru dalam bentuk video.