KATASUMBAR — Sebuah pesan brodcast diterima Suci Delima (35) di grup whatsapp. Isinya membuat takut: Peneliti Asing Prediksi Indonesia Bisa Dilanda Gempa Maha Dahsyat Sampai 9,5 SR. Yang menakutkan: informasi tersebut dikabarkan berasal dari ahlinya yaitu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Gempa Hawaii: 8.2
Gempa Jepang: 8.2
Gempa Lombok: 7.0
Semuanya hari ini

Ring of Fire. Lempeng bergerak efek domino. Muter seluruh penjuru dunia. Terus berdoa. Buat yang di Pulau Jawa atau ada keluarga di Jawa, perbanyak doa. Tetap waspada!

Informasi itu beredar pada 16 Desember 2021. Meski informasi tersebut ditujukan untuk yang berada di Pulau Jawa, Suci tetap khawatir karena daerah tempat tinggalnya, Kota Padang, Sumatera Barat, juga rawan terjadinya gempa.

BMKG melalui akun bercentang biru @infobmkg kemudian bertindak cepat dan melabeli informasi tersebut dengan kategori Hoax atau tidak bisa dipercaya.

Pesan berantai (brodcast) akan terjadinya gempa sebenarnya tak kali ini saja diterima Suci. Ia sering menerima pesan tersebut, terutama setelah ada peristiwa gempa.

BACA JUGA: Benarkah Alam Memberi Tanda Sebelum Gempa?

“Polanya seperti itu. Jika ada terjadi gempa, selalu diiringi pesan brodcast yang menakut-nakuti,” ujarnya.

Hal yang sama disampaikan Arif (39). Misalnya, setelah gempa di Sumbar pada 2009 yang menewaskan ribuan orang, ia banyak sekali menerima pesan melalui media sosialnya akan terjadi gempa besar berikutnya.

“Saking seringnya, saya bahkan tak lagi mempedulikannya,” ujarnya.

Bahkan tak hanya gempa. Menurut Arif, hampir semua bencana besar selalu dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggungjawab untuk menebar ketakutan.

Memahami potensi gempa

Kepala Stasiun Geofisika Kelas I BMKG Padang Panjang Dr. Suaidi Ahadi, M.T., menjelaskan, gempa pada dasarnya memiliki sistem tektoniknya sendiri.

“Misalnya, jika terjadi gempa di Cianjur, tidak serta merta akan terjadi juga di Kota Padang karena tidak berada di zona tektoniknya,” ujarnya.

Jadi, sebutnya, penting memahami sistem gempa ini. Misalnya, di Sumatera Barat, ada 3 sumber gempa atau karakteristik gempa.

Pertama, sistem subduksi. Sistem subduksi yaitu daerah di zona barat Kepulauan Mentawai atau yang berada di lepas pantai Kepulauan Mentawai.

“Potensi gempanya kurang dari 6 SR,” ujarnya.

Kedua, sisem megathrust Mentawai. Menurut Suaidi, ahli memprediksi zona ini potensi gempanya 8,9 SR dan berpotensi menimbulkan dampak tsunami. Daerah yang termasuk di zona megathrust mulai dari Pulau Siberut sampai Pagai Selatan.

Ketiga, sistem patahan besar Sumatera. Ada 19 segmen yang berada di patahan Sumatera, 7 di antaranya berada di wilayah Sumbar. Tujuh segmen tersebut antara lain Segmen Angkola, Barumun, Sumpur, Sianok, Sumani, Suliti, dan Siulak.

“Jadi, dari tiga sumber gempa tersebut, punya sistem tektoniknya masing-masing,” ujarnya. Misalkan salah satu sumber aktif—jika yang aktif sistem subduksi—tak mungkin akan mengaktivasi zona megathrust. Begitupun seterusnya.

Menurut Suaidi, dengan mempelajari karakteristik gempa ini, tujuannya adalah masyarakat memiliki kapasitas memahami potensi bahaya yang ditimbulkan gempa.

“Masyarakat harus paham dia tinggal di zona potensi tinggi sehingga dia bisa mengukur resiko,” ujarnya kepada KATASUMBAR. Ukuran resiko ini akan membuat masyarakat bisa melakukan mitigasi.

Misalnya, kalau tinggal di pegunugan, potensinya adalah patahan Sumatera. Kalau tinggal di pantai, harus memahami potensi zona tsunami.

Nah, bagi masyarakat yang tinggal di zona megathrust, harus lebih paham lagi potensi zona tsunami. Ahli, sebut Suaidi, jika terjadi tsunami, masyarakat di Mentawai punya golden time sebanyak 5 menit untuk menyelamatkan diri. Sementara untuk masyarakat yang tinggal di pesisir pantai barat (Padang, Padang Pariaman, Pasaman) golden timenya 20 menit.

“Jika masyarakat sudah memiliki kemampuan untuk mitigasi dan memahami resiko, itu tentunya akan memberikan peluang untuk selamat saat terjadi gempa besar atau tsumani,” ujarnya.

Hidup di daerah rawan gempa

Pakar Geologi Sumbar, Ade Edward, sependapat dengan Suaidi. Ia mengatakan hidup di daerah rawan gempa masyarakatnya harus siap dan pemerintah pun harus siap.

“Pemerintah menyiapkan infrastruktur,” ujarnya. Misalnya, infratruktur evakuasi. Jangan ada jalur evakuasi yang tidak bisa dilewati dan ini harus terus dipantau.

Menurut Ade, jangan gara-gara tak ada gempa, pemerintah lupa memantau jalu-jalur evakuasi ini sehingga kebalakan saat gempa terjadi.

Pemerintah juga harus terus memelihara Tempat Evakuasi Sementara (TES) yang sudah banyak dibangun di Kota Padang. Ini tetap harus dipantau.

“Nah, coba saja kita cek. TES di Padang ini masih memadai atau tidak. Ada atau tidak anggarannya disediakan,” ujar Ade.

Sementara masyarakat, kata Ade, mesti memiliki dua hal yaitu pengetahuan akan gempa dan mitigisi. Keduanya penting. Pengetahuan kegempaan akan membuat seseorang memahami faktor resiko sementara mitigasi merupakan pengetahuan saat gempa terjadi.

“Misalnya, gempa itu tidak membunuh. Tapi yang membunuh adalah bangunan tinggi. Jadi, perlu masyarakat menghindar tempat tinggi saat gempa atau membangun rumah yang aman gempa,” ujarnya. (*)

*
Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.

****

Dapatkan info berita terbaru via group WhatsApp (read only) KATASUMBAR / SUMBAR KINI (Klik Disini)  😊

*

Suscribe YOUTUBE KATA SUMBAR untuk mendapatkan informasi terbaru dalam bentuk video.