KATASUMBAR — Putri (35) cemas bukan main. Kecemasannya berasal dari awan yang berbentuk garis lurus di langit. Nalurinya mengatakan bahwa awan tersebut merupakan tanda-tanda akan terjadinya gempa.

 Nalurinya itu bersumber dari informasi tanda-tanda gempa di media sosial. Meski tidak terlalu meyakini kebenarannya tapi Putri tetap merasa takut. Sebab, ia merasakan sekali dampak gempa pada 2009.

Pada 2009, ia masih kuliah di salah satu kampus negeri di Padang, Sumatera Barat. Ia sedang berada di lantai 3 kampus tersebut saat gempa besar terjadi. Ia panik bukan main namun beruntungnya, gedung tidak runtuh sehingga ia berhasil selamat.

Pengalaman itu membuatnya lebih was-was. Pengalaman itu juga membuatnya lebih mudah menerima informasi meski belum mengetahui  kebenarannya.

Misalnya, informasi soal awan lurus itu. Pasca 2009, informasi tersebut sering beredar. Pesannya adalah “akan terjadi gempa besar karena awan yang berbentuk lurus”. Ia ingin tidak percaya, tapi ia memilih lebih meningkatkan kewaspadaan.

 Caranya, jika ada informasi tersebut, ia mengungsi dari rumahnya yang berada di Jalan Air Tawar—yang lebih dekat dengan laut—ke tempat yang lebih tinggi.

Hal yang sama dialami Ronald (25). Meski tidak merasakan gempa besar pada 2009 tapi ia mengaku was-was bila ada tanda-tanda alam aneh yang muncul.

“Biasanya beredar di media sosial dan pesan jejaring WA,” ujarnya. 

Ia mencontohkan, pada 2018, terjadi Halo Matahari di Kota Padang. Pada saat Halo Matahari terjadi, banyak sekali beredar pesan yang mengaitkan dengan gempa.

 “Meski saya tidak mempercayainya, tapi saya tetap waspada,” ujarnya. Apalagi, penelitian ahli menyebutkan provinsi Sumbar menyimpan potensi gempa besar. 

Potensi gempa besar di Sumbar ini memang diingatkan oleh banyak ahli. Potensi gempa besar itu berada di di segmen Siberut, Mentawai.

Bahkan, prediksi juga menyebut potensi gempa besar diiringi oleh tsunami.

Awan gempa

Fenomena Halo Matahari yang muncul di Padang, 2011.

Provinsi Sumbar adalah kawasan rawan gempa. Badan Geologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Padangpanjang mencatat, sepanjang 2022 saja, terjadi sebanyak 1.045 gempa bumi di Sumbar.

 Karena rawan gempa, banyak sekali berseliweran informasi-informasi yang menjadi kabar pertakut. “Informasi yang paling banyak terjadi adalah tanda-tanda alam itu. Tanda-tanda alam yang dikaitkan dengan gempa,” ujar Ronald.

Selain awan lurus dan halo matahari, informasi lain yang sering ia dapat adalah perilaku binatang. Jika ada burung berkumpul dalam jumlah banyak lalu bergerak menjauhi pantai maka dikaitkan pula dengan potensi terjadi gempa.

Bahkan, jika ada gunung meletus juga dikaitkan akan diiringi oleh gempa berikutnya.

Analis di BMKG Sumbar, Yudha Nugraha, mengatakan, tanda-tanda alam tertentu yang dikaitkan dengan gempa sebenarnya belum bisa dipercaya. “Sebab, belum ada penelitian yang sahih,” ujarnya kepada KATASUMBAR.

Ia mengatakan tanda-tanda alam—terutama yang terkait dengan cuaca—bisa dijelaskan bahwa hal tersebut tidak berhubungan dengan gempa.

Fenomena halo matahari. Menurutnya, halo matahari terjadi karena adanya partikel kristal es mikro di atmosfer lapisan atas sehingga sinar matahari mengalami proses pembiasan. Akibatnya, pembentukan cahaya melingkar di sekitar matahari.

“Halo matahari adalah fenomena cuaca biasa,” ujarnya yang tidak bisa dikaitkan langsung dengan gempa bumi. 

Halo, cenderung terjadi pada saat musim kemarau atau kering. Sedangkan awan lurus, saat ini masih menjadi subjek penelitian apakah ada kaitannya antara pelepasan gas dari perut bumi sehingga membentuk awan di atmosfer sebagai tanda awal atau prekursor gempa.

Menurutnya, kajian terhadap awan ini seperti tingkat perubahan kelistrikan udara di ionosfer, perubahan magnet bumi, dan lainnya.  “Jadi, awan lurus ini belum akurat untuk dinyatakan sebagai tanda awal gempa bumi,” ujarnya kepada KATASUMBAR.

Yudha mengimbau warga agar tak cemas berlebihan dengan fenomena alam dan mengaitkannya dengan gempa. “Jangan mudah ditipu dengan informasi yang tidak jelas sumbernya,” ujarnya.

Kepala Stasiun Geofisika Kelas I BMKG Padang Panjang Dr. Suaidi Ahadi, M.T., mengatakan, tanda-tanda gempa bumi secara ilmiah sedang berusaha dikembangkan BMKG.

“BMKG sedang mengembangkan penelitian mendeteksi gempa dengan menggunakan data magnetik. Penelitian ini masih dalam kajian. Sudah dimulai sejak 2016,” ujarnya, Rabu (8/3). 

Perilaku binatang

Ade Edward

Pakar Geologi Sumbar, Ade Edward, mengatakan bahwa kaitan antara gempa dengan tanda-tanda alam berada di tataran pseudo-science. Ada faktanya tapi belum terbukti secara ilmiah.

Ia mencontohkan waktu gempa 2007 di Sumbar. Pada saat itu, terjadi perubahan perilaku binatang di Kebun Binatang Bukittinggi.

Sebelum gempa terjadi, terlihat kijang dan rusa berperilaku tidak biasanya. Kedua binatang tersebut terlihat gelisah dan meloncat-loncat. Tak lama setelah itu terjadi gempa.

Ade menyebutkan banyak fakta terkait perilaku binatang ini sebelum gempa terjadi. Salah satunya saat gempa Turki 7,8 SR yang menewaskan ribuan orang.

Viral di media sosial yang menunjukkan burung-burung terbang tidak menentu di atas gedung-gedung tertutup salju dan anjing melolong keras. Peristiwa itu disebut terjadi sebelum gempa dahsyat yang meratakan bangunan di Turki dan Suriah.

“Tanda alam yang paling dekat itu memang binatang. Sebab binatang memiliki keistimewaan. Sensitivitas mereka lebih tinggi. Sementara tanda-tanda melalui awan sudah bisa dipastikan itu tidak bisa dipercaya,” ujarnya.

Menurut Ade, jurnal-jurnal ilmiah juga sudah banyak yang meneliti perilaku binatang sebelum terjadi gempa. Terutama untuk hewan-hewan yang memiliki sensitifitas tinggi seperti rusa, gajar, kijang dan burung kuau.

Namun, sebut Ade, karena sulit dibuktikan secara ilmiah, tanda-tanda alam ini lebih bersifat dugaan. Tidak bisa dijadikan landasan yang kuat untuk menjadikan peringatan dini (early warning system) sebelum terjadinya gempa.

“Artinya, tak ada yang bisa menebak kapan gempa terjadi,” ujarnya. Yang bisa dilakukan ialah, belajar dari gempa-gempa besar yang telah terjadi, termasuk yang di Turki Februari 2023.

Menurut Ade, yang perlu diketahui orang saat gempa adalah melakukan dua hal yaitu mitigasi dan menghindari bangunan tinggi. Pertama, masyarakat harus mengetahui bagaimana bertindak saat gempa.

 Kedua, ujarnya, memikirkan bangunan yang kuat agar tahan gempa. Gempa Turki dan Gempa Sumbar 2009 mengajarkan bahwa yang menewaskan orang bukan gempa, tapi bangunan yang tak kuat. (*)

*
Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.

****

Dapatkan info berita terbaru via group WhatsApp (read only) KATASUMBAR / SUMBAR KINI (Klik Disini)  😊

*

Suscribe YOUTUBE KATA SUMBAR untuk mendapatkan informasi terbaru dalam bentuk video.