KATASUMBAR – Kota Padang dalam catatan sejarah, ternyata pernah menjadi pusat berkembangnya gerakan freemason.
Freemason atau yang dikenal dengan istilah Tarekat Mason Bebas merupakan gerakan yang mengedepankan humanisme, dan menjadikan agama di posisi kedua.
Gerakan ini pada catatan sejarah kemunculannya di Indonesia, pernah menggoreskan perkembangannya di Kota Padang.
Dr. Th. Stevens pada buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 menulis, Padang pernah menjadi pusat keberadaan freemason.
Bahkan, ada satu gedung di bilangan Padang Selatan yang menjadi pusat kegiatan gerakan tersebut.
Tak cuma itu, gerakan freemason juga berkembang ke kawasan lain, yang bertetangga dengan Padang Selatan.
Pada buku Stevens, tercatat kelompok Freemasonry pernah beradu hegemoni dengan lembaga Katolik Roma di Padang dalam bidang pendidikan.
Freemasonry dengan sekularisme-nya, sementara Katolik dengan pendidikan berbasis keagamaan.
Gerakan Freemason di Padang sendiri dulunya dikenal dengan istilah Loji Mata Hari. Ini merupakan loji ke 7 yang berdiri di Hindia Belanda.
Sekaligus merupakan yang pertama di berdiri di luar Pulau Jawa.
Loji Mata Hari Padang berdiri pada tahun 1858. Namun Stevens mencatat bahwa cikal bakal Loji Mata Hari sudah ada sejak 11 Desember 1857.
Ia menulis, gerakan tersebut diprakarsai oleh 8 orang. Rumah seorang Belanda yang bernama Jacob van Vollenhoven di Padang adalah tempat lahirnya gerakan tersebut.
Pertemuan kedelapan orang itu berlangsung tertutup, dengan alasan demi meminimalisir adanya konflik horizontal.
Sebab, menurut T.H Stevens masyarakat Kota Padang saat itu terbuka dengan keberadaan orang asing.
“Terutama mengingat ketenangan penduduk pribumi,” tulis Stevens singkat.
Gerakan itu kemudian berkembang dengan pesat. Setahun kemudian, tepatnya 14 Mei 1859, anggota Loji Mata Hari Padang sudah mencapai 14 orang.
Setelah adanya penambahan anggota, Loji Mata Hari pun membuat pesta peresmiannya pada 14 Mei 1859.
A.J. Wichers saat itu menjabat sebagai Wakil Suhu Agung Nasional Tarekat Kaum Mason Bebas untuk Bagian Timur dan Barat Hindia Belanda.
Peresmian Loji Mata Hari Padang saat itu berlansung meriah, bahkan T.H Stevens menulis, pesta tersebut menghabiskan 72 botol anggur.
“Pesta itu turut dimeriahkan dengan korps musik batalion Padang dan tata cahaya yang megah,” jelas Stevens.
Markas Freemason Padang
Setelah peresmian, gerakan ini mulai membangun markas. Awalnya, gerakan ini bertahan dengan menyewa bangunan.
Hal demikian membuat Loji Mata Hari Padang sering berpindah-pindah tempat.
Barulah pada tahun 1866, organisasi membeli sebuah gedung di Jalan Belakang Tangsi.
Gedung tersebut dibeli atas sumbangan dana dari seorang Tionghoa yang bernama Lie Saaij.
Dengan dana itu pula, organisasi bisa pelan-pelan merenovasi markas mereka sehingga layak untuk dihuni.
Lia Saaij sendiri merupakan warga etnis Tionghoa pertama yang menjadi anggota Loji Mata Hari.
Setelah renovasi selesai, disanalah semua kegiatan dan gerakan organisasi terpusat.
Seiring berjalannya waktu, gedung markas Loji Mata Hari ini juga sempat disewakan ke Dewan Justisi di Padang.
Lembaga yang dikenal dengan istilah Raad van Justitie bertahan cukup lama hingga kemudian bisa punya gedung sendiri dan meninggalkan markas Loji pada tahun 1876.
Adapun gedung Raad van Justitie tersebut kini menjadi gedung PTUN.
Program Gerakan Freemason Padang
Sejak awal kemunculannya, Loji Mata Hari kerap berkegiatan diskusi dan ceramah.
Program kegiatan tersebut menurut T.H Stevens berjalan sangat akrab dengan suasana kebersamaan.
“Di loji-loji, pergaulannya berlangsung atas dasar persamaan, dan pendapat-pendapat yang berbeda dikemukakan secara timbal balik.”
“Dan hal itu berguna bagi kelanjutan gerakan nasional dan bagi Tarekat Mason Bebas,” jelasnya.
Dari program tersebut, gerakan Loji Mata Hari kemudian berkembang menjadi gerakan sosial.
Gerakan tersebut fokus pada pemberian bantuan materi pada rakyat kurang mampu di Kota Padang saat itu.
Berdasarkan notulen kegiatan-kegiatan loji, bantuan berasal dari sumbangan anggota yang terhimpun dalam kas.
Sumbangan ini merupakan setoran wajib anggota serta denda atas ketidakhadiran dalam kegiatan-kegiatan sebelumnya.
Berbekal dari banyak kegiatan sosial, Loji Mata Hari pun tidak menunggu waktu lama untuk mendapat anggota-anggota baru.
Terbukti pada tahun 1876 jumlah anggota loji Mata Hari telah mencapai jumlah 39 orang.
T.H Stevens menuliskan dengan adanya penambahan anggota, organisasi semakin aktif mengadakan program eksternal.
Adapun program itu antara lain pendirian Perpustakaan Rakyat yang bertahan hingga lima puluh tahun.
Kemudian sekolah Fröbel (semacam Kindergarten, sekolah bagi anak-anak.
Serta memprakarsai pendirian Padangsche Spaarbank (Bank Tabungan Rakyat).(*)
*
Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.
****
Dapatkan info berita terbaru via group WhatsApp (read only) KATASUMBAR / SUMBAR KINI (Klik Disini) 😊
*
Suscribe YOUTUBE KATA SUMBAR untuk mendapatkan informasi terbaru dalam bentuk video.