Bipih adalah sejumlah uang yang harus di bayar oleh warga negara yang akan menunaikan Ibadah Haji.
Bipih merupakan salah satu komponen dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Komponen pembiayaan lainnya bersumber dari nilai manfaat. Yaitu, dana dari hasil pengembangan keuangan haji melalui penempatan dan/atau investasi.
Pengembangan keuangan ini dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Menurut Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Asep Saipudin Jahar, usulan kenaikan Bipih ini rasional dan tepat. Kenaikan ini juga menjadi upaya menghindari jebakan skema ponzi.
Dia menjelaskan, pemberian nilai manfaat (NM) dana jamaah haji dari tahun ke tahun terus meningkat dan mengkhawatirkan keberlangsungannya.
Misalnya, pada tahun 2010, nilai manfaat yang diberikan hanya Rp4,5 juta, sementara tahun 2014 sudah mencapai Rp19,24 juta.
”Ini mustahil. Inilah yang menjadi kekhawatirannya sehingga kecenderungan skema ponzi dalam penggunaan nilai manfaat dana haji,” kata dia dalam keterangan persnya di Jakarta.
“Tidak ada alasan apapun yang dapat membenarkan skema Ponzi, karena ada unsur ketidakadilan dan berbahaya untuk jangka panjang,” sambungnya.
Asep menegaskan penyesuaian komposisi Bipih dan Nilai Manfaat dalam BPIH menjadi penting. Sehingga, biaya untuk berhaji lebih berkeadilan dan proporsional.
Asep yang juga Pembina Lazisnu Tangsel ini mengingatkan, kasus yang menimpa calon jemaah umrah First Travel tidak boleh terulang lagi.
Harga murah yang ditawarkan First Travel, kata Lulusan McGill University dan Universitas Leipzig Jerman ini, ternyata karena perusahaan mempraktikkan skema Ponzi dalam pengaturan uang jemaahnya.