KATASUMBAR – Rumah Makan Pondok Djaja terkenal sebagai restoran Padang tua di DKI Jakarta.
Terletak di bilangan Gambir, Jakarta Pusat, rumah makam ini terbilang unik.
Biasanya di era digital, bisnis kuliner memanfaatkan layanan online demi bisa laku.
Namun tidak bagi rumah makan Padang satu ini. Berdiri sejak 50 tahun lalu, Pondok Djaja menolak online.
Rumah makan yang berdiri sejak 1969 itu bertahan di tengah gempuran digitalisasi.
Ciri khas perdangan konvensional tetap dipertahankan pengelolanya meskipun di tengah keterbatasan.
Hal itu diungkapkan oleh Marjuki, generasi kedua dari pendiri RM Pondok Djaja.
Ia mengatakan, jika daring harga makanan bakal berubah drastis.
Dan itu tentu bakal mengecewakan pelanggannya.
Dikutip dari Kompas, keputusan untuk tidak menggunakan layanan daring memang berdampak signifikan.
Sebab, khususnya di masa pandemi pelanggan restoran turun drastis.
Namun karena telah menjadi tradisi yang mengakar di rumah makam itu, Marjuki memilih untuk bertahan seadanya.
Bahkan dengan tidak mengurangi pekerja meski pendapatan jauh berkurang.
“Kami bisa bertahan, dan karyawan enggak ada yang kami kurangin. Menurun (omzetnya) sudah pasti lah,” katanya.
Sebelum pandemi, kata dia masakan disajikan dalam banyak menu seperti masakan padang pada umumnya.
Namun, usai Pandemi, penyajian dirubah total yang kini tergantung pesanan dari pembeli.
BACA BERITA TENTANG RUMAH MAKAN PADANG LAINNYA DISINI
Begitulah cara Marjuki bertahan di tengah penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Kondisi serupa juga pernah dialami rumah makan Padang pada 1998.
Saat itu selama beberapa hari, kala kerusuhan mencapai titik puncak, gerainya sempat tutup.
“Peristiwa 1998 kami masih di Hayam Wuruk, sudah pasti kami enggak buka. Kami juga kan takut,” ucapnya.
Berpindah Tempat
RM Pondok Djaja diketahui pertama kali didirikan di Jalan Krekot Bunder, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Marjuki bercerita, kala itu di Jakarta masih banyak masyarakat yang menggunakan becak kemana-mana.
“Itu kami mulai merintis, dari transportasinya pakai becak, bemo, sampai sekarang sudah modern,” kata Marjuki.
Lima tahun kemudian, gerai berpindah ke Jalan Hayam Wuruk, Gambir, Jakarta Pusat.
“Di Hayam Wuruk sekitar 30 tahun. Setelah itu baru pindah ke Jalan KH Wahid Hasyim. Di sini hampir lebih kurang 10 tahun ya,” ujar Marjuki.
Selama lebih dari setengah abad, RM Pondok Djaja hanya memiliki satu koki atau peracik makanan, yakni istri dari Sjoffian, pemilik pertama dari gerai tersebut.
Jadi kendati telah berumur setengah abad lebih, cita rasa makanan di rumah makan ini tidak berubah.(*)