KATASUMBAR – Jika berkunjung ke Sumatera Barat, tak lengkap rasanya apabila Anda tidak mengecap Kopi Kawa.
Minuman ini merupakan khas Sumatera Barat yang biasanya ditemui di daerah kawasan pegunungan.
Cuaca yang dingin dan bentangan hijau alam membuat kopi terasa lebih nikmat. Apalagi dinikmati dengan aneka penganan khas yang ada di warung Kopi Kawa.
Kopi Kawa merupakan minuman khas yang berasal dari seduhan daun Kopi.
Air seduhan daun Kopi itu kemudian disajikan dengan tempurung kelapa sebagai pengganti gelas. Cara menikmatinya terbilang anti mainstream.
Aroma kopi yang berasal dari seduhan daun ini rasanya sangat khas. Memberikan pengalaman tersendiri saat menikmati kopi.
Tapi tahukan Anda? Kopi Kawa ternyata meliki kisah yang kelam. Kisah yang dialami oleh nenek moyang orang Minang kala era kolonial.
Dulu, sebelum seterkenal sekarang, Kopi Kawa dikenal dengan istilah Aia Kawa (Air Kawa).
Meminum Air Kawa ini merupakan kebiasaan orang Minangkabau sejak dulu. Sejarahwan Universitas Andalas Prof Gusti Asnan bahkan menyebut biji kopi sama sekali tidak dipakai oleh orang Minang jaman dahulu.
“Jauh sebelum Belanda masuk, orang Minangkabau sudah mengenal daun Kopi (kawa) sebagai minuman.”
“Mereka sejak awal memang tidak mengkonsumsi biji Kopi untuk minuman,” katanya dikutip dari Kompas.
Orang Minang baru mengenal biji Kopi pada akhir abad ke-18, sejak saudagar Amerika datang membeli biji Kopi.
Saat inilah, orang Minangkabau baru menyadari biji Kopi bernilai tinggi daripada yang mereka kenal sebelumnya.
Barulah kemudian pengolahan biji Kopi mulai dirawat. Selain untuk dikonsumsi, biji Kopi juga menjadi komoditas.
Namun semua berubah ketika Belanda dengan VOC-nya berkuasa. Semua biji kopi diambil dan diperdagangkan untuk meraup keuntungan.
Gusti Asnan menyebut, Belanda sempat menerapkan sistem tanam paksa untuk mengambil Kopi milik masyarakat.
Belanda menerapkan tanam paksa Kopi dan pemungutan pajak sebesar 20 persen kepada pribumi.
Kondisi demikianlah yang membuat masyarakat kembali menikmati kopi dari seduhan daunnya, bukan lagi dari biji.
Jadi Cikal Bakal Perang
Namun lama-kelamaan, sistem tanam paksa Belanda ini membuat masyarakat Minangkabau saat itu jengah.
Sehingga muncullah gerakan perlawanan dari kelompok masyarakat atas tindakan semena-mena penjajah Belanda saat itu.
Hingga kemudian rasa muak orang Minang saat itu menyebabkan terjadinya peristiwa pemberontakan pajak di Sumatera Barat pada tahun 1908.
Di daerah Kamang, Kabupaten Agam juga meletus pemberontakan serupa yang dikenal dengan Perang Kamang.
Hal ini jugalah yang melatarbelakangi kenapa masyarakat sekitar meyakini kebiasaan minum kopi kawa daun lahir akibat tanam paksa dari Belanda.(*)
*
Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.
****
Dapatkan info berita terbaru via group WhatsApp (read only) KATASUMBAR / SUMBAR KINI (Klik Disini) 😊
*
Suscribe YOUTUBE KATA SUMBAR untuk mendapatkan informasi terbaru dalam bentuk video.