KATASUMBAR – Mengenyam pendidikan di pesantren terbaik mungkin menjadi impian banyak orang di negeri ini.
Selain mendapatkan kualitas pendidikan yang bagus, bersekolah di lembaga pendidikan agama itu juga bisa menambah pengalaman spiritualitas.
Itulah yang dialami oleh Thomas, putra Mentawai pertama yang menjadi lulusan pesantren terbaik di Indonesia, Gontor, Jawa Timur.
Thomas adalah putra kelahiran Dusun Bose, Desa Muaro Sikabaluan, Kecematan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Ia menjadi anak Mentawai yang beruntung bisa merasakan pendidikan mentereng, sebab saat dirinya kecil, kehadiran fasilitas pendidikan di Mentawai sangat terbatas.
Perjalanan Thomas bisa mengenyam pendidikan di Gontor dimulai pada tahun 1986 silam.
Saat itu, dirinya baru 3 bulan memeluk agama Islam. Kesempatan bersekolah di Gontor sangat membanggakan bagi dirinya.
“Saya termasuk yang beruntung. Karena, hanya saya satu-satunya di Siberut Utara yang mendapat kesempatan untuk mondok di Pesantren Gontor,” katanya.
Ia bercerita, saat itu menembus Gontor tidak mudah, apalagi kala itu, Gontor hanya menerima 1 anak dari setiap kecamatan.
Kemudian, dirinya pun mendaftar dan mengikuti setiap tahapan tes yang harus dilalui. Salah satunya, adalah hafalan salat.
“Nah, waktu itu saya kan masih 13 tahun dan baru 3 bulan mualaf.”
“Tentunya, tidak mudah untuk bisa menghafal bacaan salat dalam waktu yang menurut saya begitu singkat,” ujarnya.
Tapi sayangnya, sebut Thomas, dirinya tidak bisa menyelesaikan pendidikan di Pesantren Gontor.
Karena ketika itu dirinya masih usia remaja dan tidak sanggup pisah jauh dari keluarga. Jadilah ia sekolah disana hanya 1,5 tahun.
Apalagi sekolah di sana, waktu untuk pulang kampung ke Mentawai hanya bisa saat libur sekolah. “Itu pun sekali setahun,” bebernya.
Setelah berhenti dari Pesantren Modern Darussalam Gontor, pria kelahiran Desa Sirilogui, Siberut Utara pada 1972 silam itu kemudian kembali ke Kota Padang.
Selama hidup di Padang, Thomas mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah di MTs Aisyah Belakang Olo.
Pindah ke Padang
“Di Padang, saya kembali tinggal di Panti Asuhan Khusus Anak Mentawai,” bebernya.
Tamat MTs Aisyah, Thomas pindah ke Pasaman Barat untuk bersekolah di MAs Yapni, Simpang Empat, dan tamat pada tahun 1992.
Setelah itu, Thomas pulang ke kampung halamannya, Sirilogui. Beberapa bulan kemudian, ia ditawari untuk menjadi dai di Muara Simalegi oleh KUA setempat.
Karena transportasi dari Sirilogui ke Muara Simalegi tidak ada, akhirnya tawaran tersebut dibatalkannya.
Baru lah di tahun 1996, suami dari Fuadil Ummi (43) itu kembali mendapat tawaran menjadi dai untuk Dusun Bose.
Tawaran itu bukan lagi dari KUA, tapi datang dari UPZ Baznas Semen Padang.
“Alhamdulillah sejak 1996 sampai sekarang, saya masih menjadi da’i binaan UPZ Semen Padang.”
“Banyak pengalaman yang saya dapat di Dusun Bose, termasuk memualafkan orang Nias yang akan menikah dengan orang Dusun Bose.”
“Bahkan, saya dapat jodoh juga di Dusun Bose. Istri saya orang Dusun Bose,” katanya.(*)
*
Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.
****
Dapatkan info berita terbaru via group WhatsApp (read only) KATASUMBAR / SUMBAR KINI (Klik Disini) 😊
*
Suscribe YOUTUBE KATA SUMBAR untuk mendapatkan informasi terbaru dalam bentuk video.