KATASUMBAR – Kota Padang adalah rumah bagi masyarakat etnis Tionghoa, India, Arab, Nias, Batak dan Minang sendiri.
Masyarakat berbagai etnis tersebut hidup secara berkelompok di Ibu Kota Sumatera Barat tersebut.
Namun sekarang, masyarakat Minang lebih mendominasi.
Kendati demikian, keberadaan etnis Tionghoa, India dan Arab tidak bisa dilepaskan dari kemajuan Kota Padang.
Hebatnya, masyarakat lintas etnis tersebut bisa hidup berdampingan.
Saling menghormati satu sama lain meskipun berbeda ras, agama dan kebudayaan.
Jauh lebih dalam, secara historis masyarakat etnis Tionghoa banyak mencatatkan sejarah di Kota Padang.
Salah satunya secara ekonomi yang ditandai dengan lahirnya Pasa Gadang, pasar pertama yang ada di Kota Padang.
Pasar itu menjadi pusat perdagangan Kota Padang pada jaman dahulu. Disana banyak pedagang berseliweran menjajakan dagangan, termasuk etnis Minang sendiri.
Namun, jauh sebelum itu, ternyata hubungan antar etnis Tionghoa dan Minang sejatinya sudah terbangun sejak jaman dulu kala.
Erniwati dalam artikel ilmiahnya yang berjudul Identitas Etnis Tionghoa Padang Masa Pemerintahan Hindia Belanda membuktikan hal tersebut.
Artikel dosen sekaligus sejarahwan Universitas Negeri Padang yang dirilis pada 28 Juni 2019 itu menyebut bahwa hubungan keduanya diawali dengan hubungan antar kerajaan.
Ia menulis, Kerajaan Tiongkok sudah akrab dengan Kerajaan Pagaruyung pada tahun 1371 hingga 1377 silam.
Hubungan tersebut terlihat dari adanya pemberitaan Tiongkok.
Pemberitaan itu menyatakan bahwa Raja Adityawarman pernah mengirim utusan ke Tiongkok sebanyak enam kali selama rentang waktu tersebut.
Bahkan hubungan kedua kerajaan ini berlanjut hingga menyatukan dua keturunan dari masing-masing kerajaan.
“Salah seorang putra Raja Tiongkok dahulunya pernah meminang Bundo Kandung dengan mengirimkan seperangkat pelaminan sebagai ikatan,” tulis Erniwati.
Informasi itu dikutip Erniwati dari pernyataan H. Puti Alam Naisyah Erma Moeloek dan H. Limbak Tjahaja.
Namun sayangnya rencana perkawinan tersebut tidak jadi terlaksana.
“Dikarenakan Putra Raja tersebut mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju Minangkabau, namun mahar yang dikirimkan telah diterima oleh Bundo Kandung,” papar dia.
Hubungan Kedua Kerajaan
Hubungan kedua kerajaan ini bermula dari hubungan dagang yang dilakukan oleh Dinasti Tang dengan beberapa kerajaan di Nusantara.
Kala itu, para pedagang asal Tiongkok tertarik dengan tanah Minangkabau karena banyak menghasilkan emas.
“Mereka melakukan perjalanan melalui jalur sungai dan membuat pos-pos penampungan,” tulis Erniwati.
“Sehingga muncullah pasar sebagai tempat untuk melakukan transaksi dengan cara barter komoditi ekspor dengan benda.”
Benda-benda yang dibarter tersebut berupa sesuatu yang berbahan emas dari berbagai daerah di pedalaman Minangkabau.
Hubungan dagang itu berjalan baik hingga masuk ke fase kolonialisme penjajahan dari berbagai bangsa Eropa.(*)
*
Silahkan bergabung di Grup FB SUMBAR KINI untuk mendapatkan informasi terupdate tentang Sumatera Barat.
****
Dapatkan info berita terbaru via group WhatsApp (read only) KATASUMBAR / SUMBAR KINI (Klik Disini) 😊
*
Suscribe YOUTUBE KATA SUMBAR untuk mendapatkan informasi terbaru dalam bentuk video.